Soedarmo: Arus Globalisasi Harus Direspon Secara Positif

By Admin

nusakini.com--Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum melalui Direktorat Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan kegiatan penguatan nilai-nilai sejarah kebangsaan bagi kaum perempuan yang mengambil tema ”Peran Kaum Perempuan dalam Memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia”di Hotel Golden Boutique, Jakarta, Senin (11/12).

Hadir dalam acara ini Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat, Ibu dr. Erni Guntarti Tjahjo Kumolo yang berkesempatan membuka acara ini secara resmi. Hadir juga anggota Komisi III DPR RI, Ibu Eva K Sundari, Ketua Departemen Sejarah Universitas Indonesia Bapak Dr. Abdurakhman, Tenaga Ahli Ditjen Bina Pemerintahan Desa Bapak Abraham Raubun, B.Sc, S.I.Kom, Pejabat dan Pengurus Tim Penggerak PKK Pusat, Ibu-ibu anggota Dharma Wanita Kemendagri, Pengurus Tim Penggerak PKK Prov. DKI Jakarta, serta pengurus dari Organisasi Perempuan, Ibu Hani Pramono Anung, dan Ibu Bintang Puspayoga, serta pejabat dan Staf ditjen Polpum Kemendagri. 

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Soedarmo dalam sambutannya menyampaikan hal-hal terkait kondisi kebangsaan Indonesia sebagai dasar untuk penguatan nasionalisme Indonesia yang menjadi arah kebijakan bidang politik dan pemerintahan umum.  

Soedarmo mengatakan pada saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada situasi perubahan besar di bidang ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan, yang diakibatkan adanya “arus globalisasi”. Arus globalisasi yang mendera Indonesia mempengaruhi segala sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu di dalamnya dalam hal westernisasi, modernisasi, liberalisasi dan kapitalisasi. 

“Berbagai kalangan menganggap bahwa globalisasi adalah ancaman nyata yang berpotensi untuk mereduksi ataupun mengikis tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai pragmatisme dan popularisme asing,” Katanya. 

Di pihak lain lanjutnya, globalisasi adalah sebuah fenomena alami, sebuah fragmen dari perkembangan proses peradaban yang harus kita lalui bersama, dan tidak mungkin dihindari. 

“Dengan demikian fenomena globalisasi harus direspon secara positif guna memperkuat nilai-nilai kebangsaan Indonesia, yang pada akhirnya mampu mempercepat tercapainya cita-cita kebangsaan kita yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” Lanjutnya. 

Menurut Soedarmo sesuai dengan survei yang dilakukan dilakukan oleh Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia menyatakan bahwa Indeks Ketahanan Nasional Indonesia pada tahun 2016 masih berada dalam posisi kurang tangguh, dimana dari delapan gatra yang diukur, ada tiga gatra yang mengalami penurunan yaitu : Gatra sumber kekayaan alam, Gatra sosial dan budaya, dan Gatra ideologi. 

Selanjutnya kata Soedarmo, berdasarkan survei nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dan disampaikan Kepala Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) pada tanggal 24 Juli 2017 yang lalu menyatakan bahwa 18 dari 100 orang Indonesia tidak tahu judul lagu kebangsaan, 24 puluh dari 100 orang di Indonesia tidak hafal sila-sila Pancasila, dan yang cukup ironisnya lagi 53% orang Indonesia tidak hafal lirik lagu kebangsaan. 

Kemudian Soedarmo menjelaskan, seiring berkembangnya zaman, rasa nasionalisme di kalangan generasi muda semakin memudar. Hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya generasi muda yang saat ini telah berprilaku tidak sesuai dengan norma-norma yang ada. 

“Berbagai permasalahan generasi yang muncul pada saat ini antara lain menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme di kalangan masyarakat, termasuk jiwa pemuda, kekurang pastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya, belum seimbang antara jumlah generasi pendidikan yang tersedia, baik yang formal maupun nonformal, kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran, kurangnya gizi yang menghambat perkembangan kecerdasan, dan pertumbuhan, masih banyaknya perkawinan dibawah umur, pergaulan bebas yang membahayakan sendi-sendi moral bangsa, merebaknya penggunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif dikalangan remaja,” paparnya. 

Dalam menghadapi pelemahan kondisi nasionalisme kebangsaan Indonesia, peran pemuda dalam penguatan cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi penting dan strategis. Pemuda memiliki peran sangat penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa. Pemuda merupakan tulang punggung bangsa di masa depan khususnya sebagai bagian dari bonus demografi yang dimiliki Indonesia. 

Maka dari itu Soedarmo berharap bahwa peran orang tua, terlebih khusus kepada peran ibu atau perempuan dalam pembentukan karakter pemuda sangat begitu penting. “Peran kaum perempuan dalam mempersiapkan Generasi Pemuda Harapan Bangsa harus menerapkan proses pembangunan karakter yang memiliki kekuatan moral menumbuh kembangkan aspek etik dan moralitas, meningkatkan kesadaran hukum, dan memperkuat iman, takwa serta ketahanan mental-spiritual,” harapnya. 

Oleh karena itu, kata Soedarmo Sebagai kontrol sosial orang tua berperan untuk memperkuat wawasan kebangsaan, membangkitkan kesadaran atas tanggung jawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara. “Dengan peran yang begitu besar dan penting, tanggung jawab dan peran kaum perempuan menjadi sangat strategis disegala dimensi pembangunan untuk terus ditingkatkan dalam kerangka hukum nasional,” tutup Soedarmo.(p/ab)